Tiba-tiba saja terlintas bahwa sebetulnya hidup kita tidak lebih dari sebuah usaha untuk mencapai banyak 'nol'. Banyak hal seringkali dimulai dari bilangan (paling) sakti di seluruh semesta itu.
Seorang manusia lahir ke dunia dari keadaan tiada atau 'nol' lalu menjadi zygot-embrio-fetus-bayi, setelah itu menjadi besar dan tua lalu mati dan kembali menjadi tanah. Artinya, dari nol kembali nol lagi bukan?
Kita bekerja, seringkali (mungkin) motivasi utamanya adalah mendapat penghasilan untuk mencukupi berbagai kebutuhan hidup. Disini kembali bilangan 'nol' berperan. Pernahkah terpikir bahwa kita bekerja dan berusaha keras untuk membuat taraf kehidupan yang lebih baik. Apa yang dijadikan tolak ukur dari sebuah taraf sosial? jawabannya: banyaknya angka 'nol' di rekening kita. Faktanya, yang membedakan sebuah strata sosial dalam masyarakat kita adalah berapa banyak angka 'nol' yang kita punya dibandingkan dengan orang lain.
Satuan ukur juga dipengaruhi oleh bilangan ini. Ukuran suatu massa dibilang lebih bila diikuti dengan banyak angka nol di belakangnya, misal: 10kg, 100 kg, 1000kg, dst.. Hal yang sama juga berlaku untuk berbagai satuan ukur seperti kecepatan, tekanan, dsb.
Kalau kita jeli, kita juga sadar bahwa daily routine adalah sebuah lingkaran. Seseorang yang putus-nyambung dengan pasangan dan tidak menemukan orang lain yang betul-betul baru sering menyebutnya dengan istilah lingkaran setan, sekelompok orang yang memiliki hubungan kekerabatan sangat dekat dengan jumlah anggota terbatas menyebutnya lingkaran pertemanan, penikmat dan praktisi sastra mengistilahkan 'melingkari hari' untuk mendefinisikan waktu yang terlewati, belum lagi paham sirkuler yang mengejawantahkan lingkaran sebagai sesuatu yang akan dan terus berulang, serta masih banyak lagi lingkaran-lingkaran disekitar kita yang muncul. Singkatnya, lingkaran dalam bentuk dua dimensi (terlebih dalam matematika) adalah sebuah angka 'nol'.
Kalau mau dipanjang-panjangkan, pasti tidak akan ada habisnya pembahasan ini, secara kebiasaan manusia adalah berputar-putar; mirip angka 'nol'. Jadi kesimpulannya adalah, 'nol'!!! hahahaha...
Seorang manusia lahir ke dunia dari keadaan tiada atau 'nol' lalu menjadi zygot-embrio-fetus-bayi, setelah itu menjadi besar dan tua lalu mati dan kembali menjadi tanah. Artinya, dari nol kembali nol lagi bukan?
Kita bekerja, seringkali (mungkin) motivasi utamanya adalah mendapat penghasilan untuk mencukupi berbagai kebutuhan hidup. Disini kembali bilangan 'nol' berperan. Pernahkah terpikir bahwa kita bekerja dan berusaha keras untuk membuat taraf kehidupan yang lebih baik. Apa yang dijadikan tolak ukur dari sebuah taraf sosial? jawabannya: banyaknya angka 'nol' di rekening kita. Faktanya, yang membedakan sebuah strata sosial dalam masyarakat kita adalah berapa banyak angka 'nol' yang kita punya dibandingkan dengan orang lain.
Satuan ukur juga dipengaruhi oleh bilangan ini. Ukuran suatu massa dibilang lebih bila diikuti dengan banyak angka nol di belakangnya, misal: 10kg, 100 kg, 1000kg, dst.. Hal yang sama juga berlaku untuk berbagai satuan ukur seperti kecepatan, tekanan, dsb.
Kalau kita jeli, kita juga sadar bahwa daily routine adalah sebuah lingkaran. Seseorang yang putus-nyambung dengan pasangan dan tidak menemukan orang lain yang betul-betul baru sering menyebutnya dengan istilah lingkaran setan, sekelompok orang yang memiliki hubungan kekerabatan sangat dekat dengan jumlah anggota terbatas menyebutnya lingkaran pertemanan, penikmat dan praktisi sastra mengistilahkan 'melingkari hari' untuk mendefinisikan waktu yang terlewati, belum lagi paham sirkuler yang mengejawantahkan lingkaran sebagai sesuatu yang akan dan terus berulang, serta masih banyak lagi lingkaran-lingkaran disekitar kita yang muncul. Singkatnya, lingkaran dalam bentuk dua dimensi (terlebih dalam matematika) adalah sebuah angka 'nol'.
Kalau mau dipanjang-panjangkan, pasti tidak akan ada habisnya pembahasan ini, secara kebiasaan manusia adalah berputar-putar; mirip angka 'nol'. Jadi kesimpulannya adalah, 'nol'!!! hahahaha...